Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Lukas Rumkorem Tokoh Nasionalis Indonesia


LATAR BELAKANG LUKAS RUMKOREM

LUKAS RUMKOREM lahir di kampung Manduser (Bosnik, Biak) pada tahun 1900. Dia lahir dari kedua pasangan suami istri, ayahnya bernama Indiken Rumkorem dan ibunya berasal dari marga (keret) Kurni dimana kedua orang tuanya berasal dari kampung Manduser - Bosnik, suku Biak. Lukas menghabiskan masa kecilnya di kampung Manduser. Di kampungnya, dia menyaksikan berbagai peristiwa dan perkembangan-perkembangan dari segi Agama, Pendidikan, Perdagangan dan Politik di masa pemerintahan Hindia Belanda. Pusat pemerintahan administrative Schouten Eilanden (pulau Biak) kala itu berkedudukan di kampungnya.  

Ketika beranjak 13-16 tahun ia masuk sekolah Zendingschool Biak tahun 1916-1923. Pada tahun 1912-1913, sekolah pertama dibangun multi fungsi sebagai tempat ibadah sekaligus menjadi tempat belajar bagi para murid-murid di Bosnik, sekolah berdinding gaba-gaba, itu cukup nyaman bagi para siswa di kala itu. Pada periode 1912-1913, sudah ada guru pembantu di sana, guru Johanes Ambram, dan guru L. Pangimangen. Di sekolah itu, anak-anak diajarkan menulis dan membaca dalam bahasa Melayu. 

Setelah tamat dari zendingschool, Lukas melanjutkan lagi ke jenjang yang lebih tinggi yaitu "Normaalleergangschool, pada tahun 1937 memperoleh ijazah guru Volksonderwijzer” atau guru U.Z.V, namun sebelum perang berkecamuk di Biak, Lukas diberhentikan sebagai seorang guru. 

Pada tahun 1944, sekolah pamong praja (Bestuurschool) dibuka dan di sekolah inilah Lukas mendapat pelatihan NICA di usianya yang ke-44 tahun.  Pada 1 Januari 1945, Lukas dilantik menjadi pegawai HBA dan disinilah Lukas mulai berkenalan dengan Sugoro, seorang pejuang Indonesia, yang kala itu menjadi orang buangan. Perjuagan politik Lukas pun mulai nampak seraya bergaul dengan Surogo asal Jawa ini.  

PERUBAHAN POLITIK DAN KARIRNYA DALAM DUNIA POLITIK

Sejak masuknya pemerintahan Hindia Belanda di kampung Manduser pada 1913 hingga dikeluarkannya Surat Keputusan (Besluit) 17 Juli 1918 No. 47 secara resmi kepulauan Biak Numfor masuk dalam wilayah Administratif yang disebut Afdeeling Noord-Nieuw Guinea yang berkedudukan di kampung Manduser. Masyarakat Schouten Eilanden, harus menyesuaikan kehidupan baru bersama Kerajaan Belanda, mereka harus siap tunduk pada peraturan-peraturan baru pemerintah di kala itu. Roda pemerintahan maupun rencana-rencana besar Pemerintahan Hindia Belanda di tanah Papua yang berumur relatif muda harus mendapat tekanan geopolitik dunia. Terjadi perubahan yang besar.  Pembangunan, ekonominya yang belum Nampak di bawah bendera Belanda harus mendapat tekanan dan hambatan dari suatu pengaruh baru. 

Situasi politik yang terjadi di pulau Biak sangat tidak menentu, ketika masuknya invasi Jepang dan menyusulnya tentara sekutu Amerika di kepulauan Biak Numfor membuat situasinya berubah 180 derajat; situasinya semakin genting dan kacau. Masyarakat Papua khususnya di Biak, terpecah belah secara politik. 

Situasinya semakin genting dikala banyak fraksi-fraksi Politik mencuat. Ada gerakan-gerakan bawah tanah terselubung yang terbentuk namun seperti tunas perlahan-lahan muncul ke permukaan.  Geopolitik dunia merongrong  tanah Papua seperti faknik yang menakutkan.  Kaum-kaum intelektual Papua mulai muncul dimana-mana mencari masa depan dan jati diri bangsanya.  

Ada yang pro Belanda, ada yang menentang Belanda, ada yang memilih mengikuti gerakan Koreri, dan menetang semua bangsa asing. Gerakan koreri adalah gerakan Messianis (Manarmaker) yang berlansung sejak 1938-1943 yang mengarah kepada gerakan Agama dan politik tradisional, dan terlihat disini pemberontakan terhadap orang asing yakni tentara Dai Nippon (Jepang) dimana banyak jatuhnya korban jiwa dari orang Papua (Biak). 

Kedaulatan Kerajaan Jepang mendapat penolakan dari masyarakat Biak khususnya pasukan-pasukan Koreri (Muris Swan). Mereka membentuk pasukan Rak Mamun dan mulai menyerang sordadu Nippon. Lukas mencari banyak dukungan rakyat, ketidaksukaan Lukas terhadap Jepang maupun Belanda membuatnya memilih jalur politik lain.  

Lukas Rumkorem bersama rekan-rekannya mendirikan serikat politik yang mereka sebut “Soeara Rajat”. Secara terselubung ada tujuan dibalik serikat politik ini. “Diam-diam, asosiasi itu bertujuan menggulingkan otoritas Belanda dan mentransfer Biak ke Amerika. Dalam semangat ini, banyak undangan ditulis ditujukan kepada Presiden Truman dan ditandatangani oleh banyak anggota Sura-Ra'jat. Isi dari pengaduan-pengaduan ini sama dengan pernyataan bahwa seseorang sudah cukup memiliki otoritas Belanda, di mana orang harus banyak bekerja dan membayar pajak, tetapi itu tidak menghasilkan apa-apa untuk pengembangan dan yang orang tidak pernah mendapatkan apa-apa, sedangkan orang Amerika sangat murah hati, alasan mengapa orang menyukainya. Sikap perwira angkatan laut Amerika di Wundi yang disebutkan di atas tidak aneh dengan hal ini.”—Tulis Courtois, J. W. M, 1948, hal. 124.

“Karir Lukas Rumkorem dalam lapangan politik sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1938, tetapi benar-benar dilaksanakan secara kontinyu pada tanggal 1 September 1945, yaitu saat-saat sesudah mendengar sayup-sayup sampai bahwa Indonesia-termasuk juga daratan Irian Barat – telah memproklamirkan kemderdekaan bangsanya pada tanggal 17 Agustus 1945. Kabar berita kemerdekaan negarannya itu diterima seperti seorang petani yang sedang bermimpi digugah Dewi dari kayangan; Lukas Rumkorem segera meninggalkan pekerjaan sehari-hari sebagai hulpbestuurambtenaar, terjun kedalam masyarakat untuk merealisir cita-cita yang sudah sejak bertahun-tahun terkandung dalam khayalan, menggerakkan massa untuk menentang politik Kolonialisme' Belanda yang sudah bercokol lebih dari 300 tahun dibumi pertiwinya, Indonesia.”—Tulis Departemen Penerangan, dalam Pertemuan Antara Saudara Kandung (1952). hlm. 59.



Lukas membuat beberapa pertemuan rahasia di pulau Nusi bulan September dan November 1945, kemudian pada Januari 1946 di kampung Manduser (Bosnik). Pertemuan rahasia ini ternyata diketahui oleh spionase Belanda.  Pada 31 Agustus 1945-6, Lukas bersama rekan-rekannya mengadakan upacara pengibaran bendera merah putih di halaman rumah Lucas Rumkorem, kampung Manduser dengan ditandainya penanaman pohon kasuari. Lukas punya banyak teman politik, dan pengaruh dari teman-temannya inilah kemungkinan membuatnya tertarik pada dunia politik dan mendukung Indonesia. Ia bersama rekan-rekannya mulai mengatur sebuah rencana. Mereka akan melakukan pertemuan di pulau Nusi (Kepulauan Padaido) dan ia sebagai ketua dari partai PIM.

Pergerakan-pergerakan Lukas ini ternyata sudah dibaca oleh Pemerintah Belanda. Menurut sumber informasi tertulis bahwa  pada 16 Agustus 1947, Lukas Rumkoren ditangkap dengan tuduhan telah mengadakan rapat gelap untuk menyelenggarakan pemberontakan, disamping ia juga dituduh berusaha membunuh Kaisiepo Marcus, yang ketika itu dikenal oleh masyarakat sebagai seorang putera Irian Barat yang memihak kepada tindakan-tindakan pemerintahan kolonialisme Belanda. Selama setahun Lukas Rumkorem dijebloskan kedalam penjara Biak, tetapi kekhawatiran Belanda terhadap aktivitas-aktivitasnya tidak juga reda.  Mereka masih terus memata-matai lukas. 

Pada tanggal 16 Agustus 1948 ia dipindahkan dipenjara Hollandia (Jayapura). Setelah beberapa bulan mendekam di Penjara Hollandia akhirnya pada 30 April 1948, ia dibebaskan dengan dalih untuk dikirim pulang kekampung halamannya di Manduser. Pada 01 Oktober 1949 Lukas Rumkorem dan Cornelis Krey mendirikan Partai Indonesia Merdeka (P.I.M). Pimpinan PIM ini terdiri  dari sekitar 13 orang. 


MENDAPAT GELAR “MAYOR” SECARA ADAT DAN POLITIK

Dalam kebudayaan suku Biak, ada tradisi pemberian gelar yang disebut sabsiber yang berarti pelantikan atau penobatan gelar yang biasanya akan diberikan kepada seseorang oleh paman-paman (om-om) dari pihak ibunya. Lukas Rumkorem diberikan gelar kehormatan “Mayor Mandiboar” dari keret Kurni oleh paman-pamannya. Selain mendapat nasan Mayor suku Biak. Lukas juga mendapat gelar dari pemerintahan Indonesia atas jasa-jasanya. Ia mendapat pangkat Mayor Tutuler Angkatan Laut /Major Tituler TNI AL pada tahun 1960-an.  Pada 08 Oktober 1962, Lukas tiba di Jakarta dan bertemu Presiden Sukarno di Istana Merdeka pada 16 Oktober 1962, pada waktu itu, "Presiden Indonesia Sukarno telah menganugerahi Lukas Roemkorem, seorang Papua berusia 62 tahun di New Guinea, gelar "pahlawan nasional."—Tulis De Telegraaf, 24-10-1962

Posting Komentar untuk "Lukas Rumkorem Tokoh Nasionalis Indonesia"