Frans Kaisiepo Tokoh Intelektual Asal Papua
TENTANG KAMPUNG KELAHIRANNYA
Terletak di bagian Barat Pulau Biak, terdapat sebuah kampung bernama Wardo atau yang dalam bahasa Biak disebut Mnui Wardo (Swandiwe) yang menghasilkan tokoh intelektual Papua. Dalam catatan sejarah suku bangsa Biak, kampung Wardo merupakan salah satu kampung tua di pulau Biak yang telah lama eksis. Masyarakat Wardo terkenal dengan para Manbri-manbrinya serta pelayaran mereka ke beberapa wilayah pesisir tanah Papua seperti di kepulauan Raja Ampat dan Doreri Manokwari dimana terdapat migrasi orang Wardo dari pulau Biak. Sehingga mereka menyebut Wardobondi (Wardo Luar).
Ketika Pemerintah Belanda mengunjungi kampung tersebut pada tahun 1887, terdapat sekitar 10 rumah dan di kepalai oleh Kapiten Laut Warangka dan Rejauw Manseruwoi yang kemungkinan berasal dari klan Kaisiepo, sebab pada generasi berikutnya ada juga "Rejau Kasiepo" yang disebutkan dalam catatan Mansoben (1995). Dan, pada waktu itu (1887) baik Kapiten Laut Warangka dan Rejauw Manseruwoi keduanya diangkat oleh residen Belanda sebagai perwakilan Belanda di kampung Wardo.
Pada 13 Maret 1911, kampung Wardo menerima injil oleh seorang guru bernama Yohanes Abram. Namun, menurut Dr. Kamma, dalam Ajaib di Mata Kita, Jilid 3, guru Abram tiba di Wardo pada 13 April 1913. Dan, pada tahun 1913 inilah Sekolah Misi (Zendingsscholen) di bangun di beberapa kampung di Biak, salah satunya termasuk di kampung Wardo. Salah satu guru yang mengajar di sekolah misi di Wardo adalah Guru J. Abraham menurut catatan Berichten van de Utrechtsche Zendingsvereeniging, 1914.
Eksistensi orang Wardo dari kepulauan Biak Numfor dapat terlihat dari tokoh-tokoh orang Wardo yang terkenal seperti yang akan kita bahas dalam artikel ini yakni Frans Kasiepo.
PROFIL FRANS KAISIEPO
Frans Kaisiepo merupakan anak tertua (Romawa Rak) dari kedua pasangan suami istri Albert Kaisiepo (1880-an) dan Alberthina Maker (1880-an). Ayah Frans sendiri merupakan seorang Kamasan (Pandai besi) dan juga seorang Manbri (Panglima perang) di kampungnya. Paman dari Ibunya juga merupakan seorang Manbri tersohor yang bernama Kaisubu Namsok Maker, merupakan sosok yang meminta seorang guru penginjil datang ke kampung Wardo untuk mengajar masyarakat Wardo. Hal ini juga didukung oleh Wamaer Sengaji (Sanadi) Kaisiepo yang juga merupakan seorang Manbri dari marga Kaisiepo yang turut sebagai pelindung guru Abram Johanes yang datang pada 13 April 1913 di Wardo.
Setelah enam tahun berlalu sejak 1913, lahirlah sosok intelektual Papua Frans Kaisiepo pada tanggal 19 Oktober 1919 (versi lain tanggal lahirnya adalah 10 Oktober 1921) di Schouten Eilanden (Pulau Biak). Pada masa itu, Papua masuk dalam wilayah Hindia Belanda. Kepulauan Biak Numfor dengan status Afdeeling setingkat kabupaten berkedudukan di Bosnik.
Frans Kaisiepo mulai mengenyam pendidikan dasar di S.R (setingkat SD) Wardo, Biak Barat pada tahun 1931. Setelah tamat di S.R, ia melanjutkan pendidikan Sekolah Guru di Miei, Wondama pada 1938. Pada 1945, ia masuk sekolah Pamongpraja di Kotanika, Hollandia (Jayapura) pada 1945. Setelah menempuh pendidikan Pamongpraja, Frans juga mengikuti Sekolah OSIBA yakni Sekolah Pendidikan Kader-kader Pamong praja di Kotabaru Dalam (Hollandia, Jayapura).
Setelah menempuh berbagai jenjang pendidikan, ia mulai memasuki dunia kerja. Pada 1938-1940, Frans Kaisiepo menjadi Guru Bantu pada S. R. Wardo, S.R. Sorido, Kepala S.R. Mokmer, S. R. Sowek dan Kepala S.R. Kpudori di Biak. Frans juga menjadi Pegawai Naniyo Kohatsu Kaisha (N.K. K.) di Waren, Waropen pada tahun 1942-1944.
Pada 1946, Kaisiepo menjadi Anggota delegasi pada Konferensi Malino dan untuk pertama kalinya. Frans mengemukakan serta mempopulerkan nama "IRIAN" menggantikan nama "Nederlandse Nieuw Guinea" atau "Papua".
![]() |
Potret Frans Kasiepo & Malik, 1966 |
Gambar atau fotonya di pakai pada pecahan Uang Kertas Sepuluh Ribu Rupiah (10.000). Namanya di pakai pada Kapal KRI Frans Kaisiepo-368 milik Indonesia. Beberapa nama jalan di Papua memakai namanya. Selain, namanya digunakan pada sejumlah tempat, bandara, kapal, uang kertas. Frans Kaisiepo diangkat menjadi Pahlawan Nasional pada 14 September 1993 sesuai Surat Keputusan Presiden No. 077/TK/1993. Jasanya atas bangsa Indonesia, Frans Kaisiepo dianugerahi Bintang Mahaputra Adipradana Kelas Dua oleh pemerintah Indonesia.
Frans Kaisiepo memiliki tiga orang istri yakni Anthomina Arwam (perempuan asal Biak), Maria Magdalena dan Moorwahyuni (perempuan asal Jawa). Anak-anak Frans Kasiepo adalah Manuel Kaisiepo (25 Desember 1953), Antonius Victor Kaisiepo, Suzanah Kaisiepo, Beatrix Kaisiepo, dan Anastasia Kaisiepo. Salah satu puteranya Manuel Kaisiepo merupakan seorang penulis, wartawan, dosen, peneliti kawakan Indonesia dengan sederet pengalaman dan ia juga pernah menjadi Menteri Negara Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia ke-1 pada tahun 2000-2004 di masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Artikel tentang tokoh Papua Frans Kaisiepo ini akan terus diupdate sehingga memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang tokoh-tokoh Papua jaman dulu yang terkenal dari banyak pencapaian dan prestasi mereka.
Posting Komentar untuk "Frans Kaisiepo Tokoh Intelektual Asal Papua"