Perdagangan Ambergris Oleh Orang Papua di Masa Lalu
Sumber: KILV |
DOKUMENTASI FOTO IKAN PAUS BERUKURAN 22 METER DI KAMPUNG MENAWI, SAWERU TAHUN 1917. Tuan W.K.H. Ypes adalah Assistent-Resident, Afdeling Noord-Nieuw-Guinea (Manokwari) sejak bulan Mei 1914. Sebelumnya Ypes menjadi controleur di Afdeling Tanjungpinang.
SEPERTI pada potret diatas, tampak ikan Paus berukuran 22 meter, disebelahnya potret masyarakat Papua, dari kampung Menawi, Saweru, dengan perahu Wa Baba (Wairon). Terlihat juga beberapa tentara KNIL, dan tuan W. K. H. Ypes yang merupakan Assistent-Resident Afdeling Noord-Nieuw-Guinea, ketika itu ikut bersama berpose.
102 TAHUN KEMUDIAN, IKAN PAUS UKURAN RAKSASA DITEMUKAN LAGI DI KEPULAUAN YAPEN
Masyarakat Ambai telah berupaya untuk menyelamatkan dan memindahkan paus tersebut ke laut lepas. Sayangnya, upaya yang telah dilakukan tidak membuahkan hasil, beberapa hari setelahnya, ikan tersebut akhirnya mati. Cerita tutur dan catatan tertulis saling melengkapi sebuah informasi historis masa lalu, bahwa kepulauan Yapen di masa lalu, menjadi tempat yang sering dimasuki oleh Paus Sperma, dan sering terdampar di sana. Dan ini sering dimanfaatkan oleh masyarakat kepulauan Yapen untuk mengambil ambergris.
KOMODITAS DI KEPULAUAN YAPEN PADA MASA LALU
Perdagangan ambergris dan cerita dibalik ikan paus, telah menjadi sebuah histori orang Papua di masa lalu. Kepulauan Yapen menyimpan sejuta cerita leluhur, konon pulau ini menjadi bandar niaga dari berbagai suku di teluk Cenderawasih, saling barter antara sesama orang Papua, maupun pedagang-pedagang lainnya.
PERDAGANGAN AMBERGRIS ORANG PAPUA
Masyarakat Saireri, seperti orang Biak-Numfor, Wandamen, Waropen, dan khususnya masyarakat dari kepualuan Yapen di masa lalu―sering melakukan kontak dagang dengan para pedagang untuk melakukan barter dengan para pedagang. Mengenai perdagangan ambergris di teluk Saireri telah dicatat oleh sejumlah para penjelajah dan sejarawan. Seorang navigator asal Inggris, Thomas Forrest mencatat komoditi orang Papua pada 1775.
Dalam laporannya, ia menulis bahwa orang Papua diteluk Cenderawasih, Papua melakukan barter dengan pedagang China. Komoditi yang dibarter dengan pedagang China adalah "Ambergris, Kulit Masoi, teripang, kulit penyu, mutiara, burung Luri hitam, Luri Merah Besar, Cenderawasih" maupun komoditi lainnya.―Forrest, 1779:106.
Ini juga dikuatkan oleh penulis lain, "Kepulauan Papua, yang sebagian besar memasok ambergris, cairan dari paus sperma, yang ditemukan dalam jumlah besar di sepanjang pantai."―Tulis Anthony van Otterloo dalam Leerboek der Algemeene Aardrijkskunde (1868), hlm. 275.
Dan, menurut Douwes Teenstra (1795-1864) bahwa "ambergris terbaik ditemukan di lautan [Papua]". (Teenstra, 1846).
Hal ini dikuatkan juga dengan adanya cerita lisan orang Papua misalnya, pelaut dari kepulauan Biak sekitar tahun 1700-an, mereka berlayar mencari "ambergris" sampai di kepulauan Yapen, ambergris ini mereka sebut dengan istilah "ambar".
Batu Ambergris dari usus Paus Sperma, 1758 |
Orang Ambai (Yapen) menyebut ikan Paus Sperma dalam bahasa Ambai Saro?, Orang Ansus (Asua Yapen) menyebutnya Aroi, orang Biak Numfor menyebutnya Insaroi (Saro, Saroi). Ikan berukuran raksasa ini kerap juga dianggap sebagai hantu laut pada malam hari. Penyebutan nama ikan paus dalam beberapa bahasa daerah di atas sama. Ini menunjukkan bahwa pada masa lalu, penggunakan nama "Saro, Aroi" terkenal di wilayah teluk Cenderawasih.
Catatan Tambahan: Penggunaan istilah nama "Saroi" tidak saja digunakan untuk menyebut ikan paus sperma, tapi nama ini juga digunakan sebagai nama marga atau keret misalnya, keret "Saroi" dari suku besar Arfak, Manokwari. Ada juga marga Saroi, dari keret Kai (orang Waropen).
Posting Komentar untuk "Perdagangan Ambergris Oleh Orang Papua di Masa Lalu"