Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Catatan Douwes Teenstra Tentang Papua

 

buku papua

SEKILAS TENTANG LATAR BELAKANG TEENSTRA

Marten Douwes Teenstra, lahir pada tanggal 17 September 1795 di Ruigezand, Groningen Belanda dan meninggal pada tanggal 29 Oktober 1864 di Ulrum. M. D. Teenstra seorang penulis kawakan, sastrawan dan pengelana Belanda, ia pernah di Afrika Selatan, Suriname dan di Hindia Belanda (kini Indonesia).  

Perjalanannya ke negeri Hindia Belanda khususnya pulau Jawa dimulai pada 1824, dengan meninggalkan tanah warisan dari sang ayah, bahkan istri dan anak-anaknya tidak ikut bersamanya. Kapal yang ditumpanginya bernama kapal fregat Abel Tasman, dan selama berhari-hari di lautan akhirnya ia pun tiba di Batavia (Jawa) pada 11 Maret 1825 dengan perjalanan yang penuh ketegangan, kondisi fisik yang tidak menentu. Di Jawa, ia tidak tinggal diam, di sana ia membuka lokasi pertanian dan belakangan ia menjualnya. Setelah itu, ia pergi ke Suriname, karirnya cukup cemerlang sebab ia bekerja sebagai seorang agronom dan inspektur di Suriname selama bertahun-tahun. Ia juga memiliki 02 alias istri baru tanpa sepengetahuan istri dan anak-anaknya di Belanda.  Namun, ada hal positif dari sang sastrawan ini yakni ia salah satu orang yang menentang keras perbudakan melalui tulisan-tulisannya. Terlepas dari semua ini, ada sesuatu yang menarik yang perlu dipelajari dari tulisan-tulisannya.  

CATATAN MENGENAI PAPUA

Keterangan-keterangan Teenstra ini menarik untuk ditelusuri, sehingga menjadi sumber rujukan bagi para penulis, atau sejarawan yang mungkin sedang mencari informasi atau meneliti seputar etnografi tanah Papua. Tentu Teenstra bukanlah satu-satunya yang menulis tentang Papua. Ada sejumlah besar para sejarawan yang memiliki andil besar dalam literasi sejarah orang Papua.  Namun, ada beberapa informasi menarik yang patut digali dari catatan Marten Teenstra ini. 

buku papua

Teenstra menulis beberapa buku yang masih menjadi sumber rujukan bagi para penulis. Setidaknya ada tiga belas buku karya ilmiahnya. Dari ke-13 bukunya, ada satu buku yang membahas tentang orang Papua. Buku berjudul Beknopte beschrijving van de Nederlandsche overzeesche bezittingen voor beschaafde lezers uit alle standen, uit de beste bronnen en eigen ervaring in Oost- en West-Indiën geput (1846).

Dalam bukunya ini, Teenstra menulis secara spesifik pulau yang dijarah oleh perompak bajak laut Papua pada 1657. Dalam buku tersebut pada halaman 571 dijelaskan bahwa, "Kehlang tidak berpenghuni; penduduk asli telah meninggalkan pulau ini karena serangan dan perburuan terus menerus dari perompak Papua dan Magindanos, dan mencari tempat yang lebih aman di tempat lain. Sekarang ini hanya tempat persembunyian bagi para perampok ini, yang bersembunyi di sini di sungai dengan plum bersenjata mereka, untuk mengintai dan menyusul perang perdagangan yang diperdagangkan. Hutan kaya akan pohon sagu, dan sering kali para perampok memburu rusa dan babi hutan, yang banyak ditemukan di sini; dan karena pantai juga kaya akan ikan, yang membantu mereka mencari nafkah, mereka juga menemukan kayu yang bagus untuk kapal mereka di sini."   

buku papua

Tentra disni memberitahukan kepada kita sebuah pulau bernama "Kehlang" yang diserang oleh perompak Papua. Di masa kini "kehlang" merujuk kepada pulau Kelang di Seram Barat, Propinsi Maluku. Selain pulau Kelang, ada juga disebutkan Wahahie, di halamn 573 ia menulis: 

Wahahie, op de noordkust van groot-Seram, ten oosten van de baai Sewahie gelegen, kan als de voornaamste plaats der Cerammers worden beschouwd, en bevat eene in 1829 opgeworpene schans, bestaande slechts uit een gepallisadeerden wal, welken de onzen hier hebbenaangelegd, om een meer waakzaam oog op den woeligen en trouwloozen Sultan te kunnen houden, die in 1826 door het Indische gouvernement aangesteld werd met het doel, om hem en zijnen aanhang aan ons te verbinden, maar die zich desniettegenstaande als een’ ijverigen beschermer der Papoesche‘ zeeroovers be toonde, in ‘wier roof hij deelde, zoodat eerst na zijne gevangenneming en opzending naar Java in 1832 de rust op dit eiland alomme hersteld werd. Wahahie ‚heeft een veilige haven, welke sedert 1840 meermalen door de Engelsche en Amerikaansche walvischvangers aangedaanis; ook wordt deze ankerplaats in den Nautical Almanao als zeer veilig opgegeven." 

Terjemahannya:  

"Wahahie, di pantai utara Seram Besar, terletak di sebelah timur teluk Sewahie, dapat dianggap sebagai tempat terpenting bagi Orang Seram, dan berisi benteng yang dibangun pada tahun 1829, hanya terdiri dari tembok pallis, yang dibangun oleh kami di sini untuk dapat lebih waspada terhadap Sultan yang penuh gejolak dan tidak beriman, yang diangkat oleh pemerintah Hindian Belanda pada tahun 1826 dengan tujuan untuk mengikat dia dan para pendukungnya kepada kami, namun tetap menampilkan dirinya sebagai pelindung yang bersemangat dari para bajak laut Papua menunjukkan siapa yang ikut menjarahnya, sehingga baru setelah ia ditangkap dan diberangkatkan ke Jawa pada tahun 1832, kedamaian kembali pulih sepenuhnya di pulau ini. Wahahie memiliki pelabuhan yang aman, yang telah beberapa kali dikunjungi oleh pemburu paus dari Inggris dan Amerika sejak tahun 1840; Pelabuhan ini juga dilaporkan sangat aman di Nautical Almanao."

 

Selain itu, dalam bukunya di halaman 591 dan 592, ia menulis: 

"In het noordelijke gedeelte van Nieuw-Guinea ligt het rijk Onin, waarvan Roema-Bati de hoofdplaats is, zijnde schatpligtig aan den Sultan van Tidor. Op de zuidwestkust van het zuidelijke schier-eiland ligt‚ binnen de Kwaalbergebogt deemngenoemde Tritonsbaai, in welke men een goeden ankergrond vindt.

De met bergen bedekte en boschrijke binnenlanden zijn nog zeer weinig bekend. De inboorlingen van Nieuw-Guinea noemt men Papoe’s, zijnde een geheel ander ras van menschen, dan de bruinkleurige bewoners van Celébes en die der Sunda-eilanden; het is een klein zwak negerras, met kroes wollig‚ haar, onzindelijk en ziekelijk, dom en dierlijk, laaghartig en wreed. Aan de lage stranden wonen Mahomedanen, die echter veel minder beschaafdzijn dan hunne geloofsgenooten op Java en Sumatra. Zij leven met de Alfoeren of heidenen van het gebergte bij voortduring in vijandschap‘, en die, welke zij als krijgsgevangenen bemagtigen, worden als slaven verkocht. De berg-Papoe’s zijn zelden meer dan 5 voeten hoog en bijna zwart of’ roetkleurig van huid, met dikke vooruitstekende lippen. De Papoesche taal strekt haar gebied uit over onderscheidene zuidooster-eilanden en heeft verschillende tongvallen, hetwelk een noodwendig gevolg is van het gebrek aan‚ beschaving.  

Men vindt op Nieuw-Guinea; geen groote viervoetige dieren, zelfs geen apen, maar de schoonste en vreemdste vogels, de kroon-duif, den zwarten paradijsvogel, de walet, van welke de vogelnestjes, die in den handel voorkomen; aan de kusten vindt uien zeer fraaijeschelpen, waaronder‚ de parelmoerschelp,‘ de parel-oester, verder schildpadden, karet, tripang, ‘en ongemeen veel visch. 

De bosschen leveren veel ebbenhout op en men vindt er boomen van ‘vijf voeten in diameter, welke het fijnste en schoonste zwart ebbenhout opleveren, ijzerhout en tallooze vruchtboomen, de sago, de goemoetie en andere palmsoorten; voorts nagel- en muskaat boomen, de pandaan, de kasuarine en vele welriekende houtsoorten, zoo als de rasamale, de belisharc en de massooi, “elke laatste tot het geslacht der laurier-boomen behoort en eene kostbare bast of schors heeft; ook vindt men hier in de zeeën de beste amber-grijs."  

Terjemahannya: 

“Di bagian utara New Guinea terletak kerajaan Onin, dengan Rum-Bati sebagai ibu kotanya, yang berhutang budi kepada Sultan Tidore. Di pantai barat daya semenanjung selatan terletak apa yang disebut Teluk Triton di dalam wilayah tersebut. Kwaalbergebogt, di mana seseorang menemukan tempat berlabuh yang baik.

Bagian dalamnya yang tertutup pegunungan dan hutan masih sangat sedikit diketahui. Penduduk asli New Guinea disebut Papus, karena merupakan ras yang sangat berbeda dari penduduk Sulawesi yang berkulit coklat dan Kepulauan Sunda; mereka adalah ras Negro yang kecil dan lemah, dengan rambut berbulu keriting, najis dan sakit-sakitan, bodoh dan kebinatangan, hina dan kejam. Penganut Muslim tinggal di dataran rendah, namun mereka kurang beradab dibandingkan penganut agama lain di Jawa dan Sumatra. Mereka hidup dalam permusuhan terus-menerus dengan suku Alfur atau penyembah berhala di pegunungan, dan orang-orang yang mereka jadikan tawanan perang dijual sebagai budak. Papus gunung jarang tingginya lebih dari 5 kaki dan kulitnya hampir hitam atau jelaga, dengan bibir tebal dan menonjol. Bahasa Papua tersebar di beberapa pulau di tenggara dan memiliki aksen yang beragam, yang merupakan konsekuensi dari kurangnya peradaban.

Dapat ditemukan di New Guinea; tidak ada hewan besar berkaki empat, bahkan monyet, tetapi burung yang paling indah dan aneh, burung Mambruk, burung cendrawasih hitam, walet, tempat sarang burung yang diperdagangkan; Di pesisir pantai, bawang bombay dapat ditemukan dengan cangkang yang sangat indah, termasuk cangkang mutiara, tiram mutiara, penyu, penyu sisik, tripang, dan sejumlah besar ikan.

Hutan menghasilkan banyak kayu eboni, dan terdapat pohon-pohon berdiameter lima kaki, yang menghasilkan kayu eboni hitam terbaik dan terindah, kayu ulin, dan pohon buah-buahan yang tak terhitung jumlahnya, sagu, goemoetie, dan spesies palem lainnya; lebih jauh lagi, pohon paku dan muscat, pandan, pohon kasuari dan banyak spesies kayu wangi, seperti rasamale, belisharc dan massooi, "masing-masing termasuk dalam genus pohon laurel dan memiliki kulit kayu atau kulit kayu yang berharga; juga ambergris terbaik ditemukan di lautan ini."

 

Catatan Teenstra memberikan keterangan masa lampau mengenai berbagai komoditi di tanah Papua, kehidupan masyarakat Papua serta sepak terjang mereka dalam dunia perdagangan, pelayaran dan perompakan bajak laut. 

Posting Komentar untuk "Catatan Douwes Teenstra Tentang Papua"